Cost and Schedule Analysis with Earned Value Management (EVM)


Dalam suatu proyek kita akan dihadapkan terhadap pengendalian biaya. Pengendalian biaya yang biasanya dilakukan pada umumnya adalah realisasi biaya diharapkan sama atau tidak melebihi anggaran yang direncanakan.

Misalkan, anggaran biaya untuk aktivitas A adalah 100.000 dalam waktu sehari. Pada saat pengamatan, aktivitas A yang dikerjakan ternyata menghabiskan dana sebesar 80.000

Sebagai orang awam, jika kita melihat ilustrasi diatas, kita dapat mengklaim bahwa kita mengalami profit sebesar 20.000 (100-80). Namun hal tersebut harus dicek kembali dari segi kinerja aktivitas tersebut.

Jika setelah kita cek, aktivitas tersebut benar-benar dikerjakan (100%) dalam waktu sehari yang telah ditentukan sebelumnya, maka hal tersebut tidak masalah. Namun jika aktivitas tersebut baru 50% atau baru setengahnya dikerjakan dalam waktu sehari, dan ternyata memakan biaya 80.000 maka sesungguhnya kita mengalami kerugian. Bagaimana itu terjadi?

anggaran perencanaan yang disetujui 100.000 dalam waktu sehari

Realisasi: 80.000 dalam waktu sehari, kinerja aktivitas baru 50%

seharusnya dari segi nilai, 50% aktivitas adalah 50.000 bukan 80.000, justru kita malah overbudget. Dari segi waktu juga terlambat karena seharusnya dijadwalkan dalam waktu sehari.

Status dari suatu proyek dapat diamati dengan 3 variabel yaitu BCWS, BCWP dan ACWP. Dalam standar yang dikeluarkan Project Management Institute (PMI), ketiga variabel tersebut diberi nama PV, EV dan AC.

  • PV/BCWS (Budgeted Cost Work Schedule) adalah anggaran rencana sampai periode tertentu terhadap volume rencana proyek yang akan dikerjakan atau realisasi dari volume dan biaya pekerjaan. Anggaran ini telah disetujui dan akan dilaksanakan
  • EV/BCWP (Budgeted Cost Work Performed) adalah anggaran  proyek pada periode tertentu terhadap apa yang telah dikerjakan pada volume pekerjaan aktual
  • AC/ACWP (Actual Cost Work Performed) adalah anggaran aktual yang dihabiskan untuk pelaksanaan pekerjaan pada keadaan volume pekerjaan aktual. Termasuk hutang-hutang akibat pekerjaan.

Contoh:

Dalam kontrak: Membangun 10 rumah dalam 12 bulan

construction budget: 10 rumah @Rp. 100 jt= Rp.1000 jt

periode konstruksi 12 bulan

Kondisi setelah 5 bulan:

  • nilai PV atau anggaran akumulasi yang direncanakan sampai bulan ke 5 adalah Rp.360 jt–> Informasi ini bisa didapatkan di Kurva S
  • nilai AC atau anggaran yang dikeluarkan sebenarnya Rp. 310 jt–>informasi ini didapatkan di divisi keuangan proyek atau accounting dept.
  • nilai EV atau apa yang sudah dikerjakan yang dikonversi dalam bentuk uang adalah sebear Rp. 250 jt–>dari pengamatan oleh pengawas lapangan

Variansi biaya didapatkan dari indikator dibawah ini

  • cost variance (CV)= EV-AC= Rp. 250- Rp 310= -6, artinya kelebihan 6juta, anggaran overbudget
  • Schedule Variance (SV)= EV-PV = Rp250-Rp360 = -11, artinya proyek mengalami keterlambatan.
  • Cost Performance Index (CPI)= EV/AC = Rp 250/Rp 310= 0,806
  • Schedule Performance Index (SPI)= EV/PV=RP 250/ Rp.360= 0,694

Jika SPI & CPI > 1, menyatakan bahwa pekerjaan lebih cepat dan lebih murah.

  Jika SPI & CPI < 1, menyatakan bahwa pekerjaan lebih lambat dan lebih mahal dari anggaran.

Selanjutnya kita akan meramalkan apakah dengan kinerja aktivitas tersebut dapat mempengaruhi durasi dan anggaran proyek.

Perkiraan penyelesaian anggaran proyek atau Estimate at Completion (EAC) atau FCTC (Forecast Cost to complete) :

EAC= Actual + Remaining budget (budget yang tersisa)/CPI

*Remaining Budget= BCAC (Budgeted cost at completion)-EV

BCAC= Nilai anggaran proyek yang direncanakan dan telah disetujui dalam kasus ini adalah Rp.1000jt

EAC= Rp. 310 + (1000-250)/0,806= Rp 1240

Dapat disimpulkan bahwa biaya proyek diprediksi akan membengkak dari Rp.1000 menjadi Rp.1240.

Lalu bagaimana dengan durasi penyelesaian proyek?

Prediksi durasi penyelesaian proyek didapatkan dari Estimate Complete Duration atau ECD

ECD = (sisa waktu / SPI) + waktu terpakai

ECD= (12-5)/0,694 +5 = 15,086 bulan

Melenceng dari durasi yang ditetapkan sebelumnya dari 12 bulan menjadi 15 bulan

Dari perhitungan earn value management ini, dapat disimpulkan secara keseluruhan, proyek ini diprediksi akan mengalami keterlambatan hingga 15 bulan lebih dengan biaya proyek yang membengkak menjadi Rp 1240 juta.

Apa yang harus dilakukan sebagai project manager?

solusinya adalah dengan mempesingkat durasi proyek dengan program crashing method, dengan catatan menambah resource berbarti menambah biaya proyek juga

Atau menggunakan sistem fast tracking, dimana menggunakan konsep pekerjaan yang dilakukan secara paralel atau mencuri start pekerjaan proyek selama itu bukan lintasan kritis.

 

 

Referensi:

Diktat Pelatihan & Sertifikasi Ahli Manajemen Proyek, Telkom PDC Bandung.

 

 

 

 

,

Leave a Reply