Belajar Manpro dari Kisah TITANIC, why not?


Film Titanic merupakan film iconic yang popular dirilis pada tahun 1997 ini menceritakan tenggelamnya kapal RMS Titanic dan kisah cinta pasangan yang berasal dari kelas sosial berbeda. Film ini sebagian merupakan kisah nyata  dimana memang benar kapal Titanic tenggelam.

Titanic dirancang oleh pembuat kapal asal Irlandia William Pirrie dan dimiliki oleh Bruce Ismay. Kapal besar ini mengangkut 2.200 penumpang dan awak kapal. Tepat sebelum tengah malam pada 14 April, RMS Titanic gagal mengalihkan jalurnya dari gunung es hingga akhirnya Kapal menabrak gunung es. Korban yang meninggal dari kejadian ini 1500 orang.

Bruce sebagai pemilik Titanic menjadi salah satu orang yang bertanggung jawab terhadap tenggelamnya titanic. Dia mendapat julukan ‘pengecut paling hina di dunia’, seperti ditulis surat kabar the Telegraph, edisi 3 Agustus 2011. Dia memilih menyelamatkan diri sendiri ketika kapal tenggelam dibanding kapten memilih untuk bertahan di kapal.

Titanic menjadi salah satu bencana paling buruk di dunia. Dari sisi kaca mata manajemen proyek ada hal yang fatal yang justru menyumbang kontribusi terhadap tenggelamnya kapal titanic.

Bruce ismay sebagai pengagas Titanic terlalu mendobrak desain titanic dengan memberikan ruang untuk melihat pemandangan laut berlebihan. Akibat dari keinginan ini, potensi tenggelam kapal sangat tinggi, dan kebutuhan sekoci dikurangi demi mewujudkan ambisinya dia. Kebutuhan sekoci saat itu 48 dikurangi menjadi 16 untuk memberikan pemandangan indah untuk penumpang kelas utama

Bruce ismay arogan dan terlalu percaya diri . Dia tidak mempikirkan faktor resiko saat pelayaran sebagai contoh sebelum pelayaran seluru kru titanic seharusnya melakukan simulasi jika terjadi keadaaan darurat termasuk menurunkan sekoci kapal. Namun Bruce tidak memberikan waktu yang cukup. Simulasi mitigasi resiko hanya dilakuakn sehari.

Informasi gawat darurat bongkahan es sudah ada dari patrol di radio. Namun pesan tersebut tidak diterima dengan baik. Radio penuh dengan pesan-pesan yang dikirimkan oleh penumpang dalam pelayaran sehingga pesan penting tidak dapat masuk. Desain dan material titanic ternyata tidak didesain untuk situasi bahaya Kompartmen kapal hanya di desain untuk mengambang saja tidak termasuk ketika kapal tenggelam, bahkan paku besi yang digunakan murahan

Pengurangan sekoci yang dramatis membuat korban sangat banyak meninggal karena tenggelam dan kedingian, ditambah lagi bebera kru tidak diberikan waktu untuk latihan menurunkan sekoci dengan baik. Saat menurunkan penumpang, secara umum wanita dan anak-anak menjadi hal yang diprioritaskan. Namun terdapat kesalahan dari kru dimana mereka langsung menurunkan secara langsung tanpa menanyakan hubungan kekeluargaan satu sama lain, akibatnya banyak anak dan ibu terpisah. Hal tesebut membuat kepanikan dan menambah korban jiwa.

Teamwork kru kapal sangatlah buruk, ketika kapal mulai tenggelam, kru kapal malah sibuk berkelahi memperebutkan jaket pelampung dibandingkan menyelamatkan penumpang. Dari 900 awal kapal hanya 83 orang yang mampu mengendarai kapal. Setiap kru hanya bertindak atas diri sendiri.

Terlepas dari itu semua peran PM sangatlah tinggi, Bruce Ismay selaku pemilik dan penggagas Titanic dengan gagal dalam menangani proyeknya. Project harus memiliki manajemen resiko yang matang apalagi proyek tersebut menyangkut keselamatan orang lain. Semoga kalian mendapat hikmah dari kisah Titanic ini. Selamat belajar!

referensi: Kozak-Holland, M. (2007). Titanic lessons for IT projects. Paper presented at PMI® Global Congress 2007—North America, Atlanta, GA. Newtown Square, PA: Project Management Institute.


Leave a Reply